Nama acara : Mutiara Pagi
Waktu : 05.30 – 06.30 wita
Hari : Kamis, 13 November 2025
Topik : Mengenal Sifat Ulama Akhirat dan Ulama Su’
Narsum / jabatan : Ustadz Muhammad Syarwani, S.Pd., M.H. (Anggota Bidang Fatwa MUI Provinsi )
Lembaga : MUI Kalimantan Timur
Host: Riamita Sari
Memilih Guru dan Menuntut Ilmu dengan Tulus
Imam Al-Ghazali dalam kitab monumental Ihya Ulumuddin membahas ciri-ciri ulama su’ (ulama yang buruk) dan ulama pembawa fitnah. Salah satu akar masalahnya adalah niat yang keliru dalam menuntut ilmu. Seorang penuntut ilmu seharusnya tidak sombong di hadapan pengajar, dan tidak hanya mau belajar dari ulama yang terkenal atau viral saja. Ilmu adalah barang hilang bagi mukmin, yang harus diambil dari mana pun ia didapatkan.
Ustaz Syarwani menekankan bahwa tujuan beragama dan ceramah agama seharusnya tidak lepas dari tiga hal:
-
Mengingatkan akan luasnya nikmat Allah.
-
Menumbuhkan rasa takut kepada Allah.
-
Menumbuhkan rasa optimis terhadap rahmat Allah.
Jika ada “atraksi” atau “akrobat” ulama yang keluar dari tujuan hidayah ini, itu adalah fitnah besar yang harus kita jauhi.
Ciri-ciri Ulama Su’
Ulama su’ atau ulama dunia dicirikan oleh mereka yang mencari ilmu agama untuk tujuan duniawi, seperti harta, kedekatan dengan penguasa, atau kedudukan. Contoh-contohnya termasuk:
-
Secara terang-terangan menampilkan akhlak buruk.
-
Menarik tarif tertentu untuk ceramah.
-
Mempertontonkan joget atau bermusik berlebihan di hadapan umum.
-
Menggunakan pengeras suara secara berlebihan di waktu istirahat.
-
Mengajarkan tindakan berlebihan dalam adab, seperti berjalan dengan lutut di hadapan manusia lain.
Ketika kekacauan beragama terjadi, seringkali bukan ulama su’ yang menjadi sasaran, melainkan ulama akhirat yang lurus. Ini terjadi karena lemahnya sikap amar ma’ruf nahi mungkar dalam tubuh umat Islam.
Cara Membedakan Ulama Akhirat dan Ulama Su’
Seorang pendengar dari Samarinda menanyakan bagaimana orang awam bisa membedakan ulama yang benar dengan yang palsu, terutama di media sosial. Ustaz Syarwani menjawab:
-
Niat yang Tulus: Jika niat kita dari awal tulus mencari ilmu untuk ridha Allah dan meningkatkan ketakwaan, insya Allah kita tidak akan disesatkan. Hati kita akan dibuat nyaman dengan sosok yang memang pantas menjadi asbab hidayah.
-
Perbanyak Sholawat Nabi: Salah satu kunci bagi yang tidak memiliki guru adalah memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi SAW, seperti sholawat Jibril (“Shallallahu ala Muhammad”). Dengan niatan mendapat hidayah, ini akan menguatkan ruh kita untuk hanya nyaman dengan tokoh agama yang benar-benar bertujuan mendekatkan kita kepada Allah. Sholawat harus dibaca dengan khusyuk, bukan dengan pertunjukan atau joget.
Pejabat dan Ilmu Pengetahuan
Pak Ahmad Zaini dari Samarinda menanyakan tentang pejabat yang berpendidikan tinggi namun perbuatannya tidak untuk kemaslahatan umat. Ustaz Syarwani menjelaskan bahwa pujian Nabi bagi orang berilmu sifatnya umum, termasuk segala jenis pengetahuan yang melahirkan kebijaksanaan. Siapapun yang menuntut ilmu tinggi namun tidak menjadikan karakternya lebih baik, masuk dalam hadis peringatan Nabi.
Menjadi pejabat adalah jalan pintas menuju surga jika serius mengurus urusan kaum muslimin, bahkan dengan amalan sunah yang sedikit. Namun, jika menyeleweng atau teledor, itu juga jalan pintas menuju neraka. Pejabat yang seperti ini seringkali mencari “backing-an” dari ulama su’, berpikir akan mendapat syafaat, padahal ulama su’ itu sendiri mungkin masuk neraka lebih dahulu.
Zikir dan Makrifat
Bunda Rosi dari Kutai Barat berbagi tentang amalannya berzikir 700-1000 kali setelah salat. Ustaz Syarwani membenarkan bahwa zikrullah adalah amalan paling tinggi, lebih cepat mengangkat derajat, menyucikan diri, bahkan lebih utama dari jihad atau bersedekah. Para ulama ahli zikir umumnya merujuk pada kalimat “La Ilaha Illallah”.
Idealnya, dalam melakoni zikir ini ada guru yang membimbing nominal yang tepat. Bagi yang tidak memiliki guru, memperbanyak sholawat Nabi (minimal 2000 kali sehari semalam dengan khusyuk) dapat menjadi pengganti guru sementara.
Mengenai makrifat saat salat, Ustaz Syarwani menjelaskan bahwa pembahasan ini bertingkat. Namun, prinsip dasarnya adalah “sembahlah Allah seolah-olah engkau berada di hadirat-Nya”. Minimal, kita harus memfanakan diri dan memandang bahwa setiap gerakan salat adalah anugerah dari Allah, bukan pencapaian kita. Ini adalah pandangan tauhid yang merupakan bagian dari kalimat “La Ilaha Illallah” secara rohaniah.
**
Kesimpulan
Allah SWT memuji tinggi orang berilmu yang tulus, namun juga memberikan ancaman keras bagi ulama yang menyeleweng di akhir zaman. Oleh karena itu, mari luruskan niat dalam menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menggapai ridha-Nya. Semoga Allah SWT mendekatkan kita dengan guru-guru yang senantiasa menambah keimanan kita, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas amal kita.
Amin ya rabbal alamin.

![]()