MUI Kaltim Gelar Talk Show, Rumah Tangga Harmonis Dalam Perspektif Islam

Samarinda ,MUI Kaltim go,id- Dalam Islam, pernikahan disebutnya sebagai mitsaqan ghalidza atau “perjanjian Kuat, perjanjian kuat dan Agung ” . Sebagai sebuah perjanjian, maka ibarat perjanjian dalam bentuk apa pun itu bisa juga dipertahankan, dikoreksi sampai pada batas dibatalkan.
“Perjanjian kuat disini, perjanjian yang dalam bahasa Alquran disejajarkan dengan Perjanjian Agung antara Allah dengan para Rasul berpredikat Ulul Azmi: Nuh, Ibrahim’ Musa, dan Isa dan mitsaqan ghalidza antara Allah nabi Muhammad SAW,”
Demikianlah nasehat Ketua MUI Kaltim KH Muhammad Rasyid dalam acara Talkshow yang digelar Komisi Perempuan, Remaja dan keluarga MUI Prov kaltim. dengan tema Rumah Tangga Harmonis Dalam Perspektif Islam. Menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Hj. Noorthaibah, M.Ag dan Dr. Hj. Sitti Sagirah, M.Ag . Bertempat di Ballroom Hotel Senyiur Jl. Pangeran Diponegoro 17 Samarinda, Selasa (25/1/2022).

Talkshow dengan jumlah pesertanya 400 orang lebih dari berbagai majelis taklim di Samarinda dan kutai Kartanegara ini dihadiri Dewan Pembina MUI kaltim Jos Soetomo, Ketua MUI Kaltim KH Muhammad Rasyid, 2 Wakil Ketua Umum MUI KH Muhammad Haiban dan KH Bukhari Noor , kepala Dinas Kominfo Kaltim HM Faisal serta undangan lainya.
Lanjut KH Muhammad Rasyid, seseorang yang sudah terikat dalam sebuah pernikahan tak bisa main cerai seenaknya saja. Tak semestinya menjadikan pernikahan sebagai “barang mainan”, yang seenaknya bisa dilempar, dibuang, dipecahkan atau bahkan dirusak.
Menurut Imam Besar Masjid Islamic Center Samarinda ini, Pernikahan itu bukan sekedar mencari ketenangan atau memperbaiki keturunan tetapi juga ibadah, dikatakan ibadah, karena ada syarat dan rukunnya. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
“ Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat Muslim, yaitu beribadah kepada Allah,memelihara keturunan, memelihara harta dan memelihara jiwa.” Ujar mantan Ketua Baznas Kaltim.

Sementara itu Dr. Hj. Noorthaibah, M.Ag yang membawakan makalah pertama yaitu tentang Perceraian dalam Perspektif Agama Islam lebih menyoroti tentang masalah talak, hukum talak, jenis hukum talak, akibat hukum perkawinan yang putus karena talak, khulu dan fasakh.
Lanjutnya, talak menurut istilah syariat islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Hukum talak halal tapi paling dibenci oleh Allah..
Hukum talak ada yang sunnah, mubah, wajib dan haram. Yang sunnah yaitu apabila rumah tangga dilanjutkan akan terjadi kemudharatan.sedangkan yang hukumnya cerai itu mubah bila dalam perceraian tidak ada yang dirugikan.
Dosen UINSI Samarinda ini mengatakan, ada bercerai wajib, yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa tertenu, sedangkan ia tidak mau membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya.Sementara itu bercerai haram dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu digauli.
“ Ada juga istilah Khulu ialah talak yang dijatuhkan sebab keinginan dan desakan dari pihak istri, hal semacam itu disyariatkan dengan jalan khuluk, yakni pihak istri menyanggupi membayar seharga kesepakatan antara dirinya dengan suami, dengan (standar) mengikuti mahar yang telah diberikan.” Ujar Dosen UINSI Samarinda ini.

Dari pemaparan tersebut bisa kita pahami bahwa khulu secara syariat hukumnya boleh diajukan jika memenuhi persyaratan. Selain itu, dalam khulu harus terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, suami maupun istri tentang nominal tebusan. Kesepakatan ini sekaligus menunjukkan bahwa dalam akad khulu, harus ada kerelaan dari pihak suami untuk menerima tebusan, dan kesanggupan dari pihak istri untuk membayar tebusan tersebut.Namun dengan catatan, nominal harga tebusan tidak boleh melebihi nominal mas kawin pada saat pernikahan.
Terakhir pembahasan Dr. Hj. Noorthaibah, M.Ag adalah tentang fasakh, adalah pembatalan perkawinan karena sebab yang tidak memungkinkan perkawinan diteruskan, atau karena cacat atau penyakit yang terjadi pasca akad dan mengakibatkan tujuan atau arti pernikahan tidak tercapai dengan Rumahku Syurgaku.
Sementara itu Dr. Hj. Sitti Sagirah, M.Ag dalam makalahnya yang berjudul Etika Mengatasi Konflik Dalam keluarga Perspektif Islam itu mengutip ungkapan Yusuf Qardhawi yang mengatakan suatu keluarga harmonis dapat terwujud jika suatu keluarga dapat menciptakan rumahnya seperti yang disebutkan oleh Nabi saw”Rumahku adalah Surgaku”, setiap anggota keluarga merasa senang, bahagia, aman, saling mencintai, saling menjaga, setiap anggota keluarga selalu terpanggil dan ingin pulang ke rumah, karena rumah bukan sekedar tempat berteduh ketika hujan, tempat bernaung ketika panas atau tempat istirahat, tetapi Rumah merupakan tempat menenangkan hati yang gelisah, tempat menumbuhkan ikatan batin antara penghuninya, sekaligus sebagai benteng pertahanan keluarga.

Dr. Hj. Sitti Sagirah, M.Ag menginghatkan para keluarga untuk menghindari Perselingkuhan (tindakan pengkhianatan terhadap suami atau istri) Dampak perselingkuhan bagi suami atau istri antara lain: runtuhnya rasa saling mempercayai, saling menghormati, saling berbagi, dll. Karena adanya kecenderungan untuk berbohong untuk menutupi perbuatannya.
Wakil Ketua Fatayat NU Cabang Kab. Wajo 1992 – 1996 memberikan jalan keluar dalam menghadapi masalah langkah paling depan adalah musyawarah . Tapi ada hal yang penting untuk diperhatikan dalam bermusyawarah atau berkomunikasi adalah: Memilih waktu yang tepat, menyampaikan secara tepat ,tidak ada istilah kalah dan menang, menghindari budaya saling menyalahkan dan Pembagian Peran yang fleksibel.
Wartawan/Editor : Muh Roghib