Ketua MUI Kaltim , Pentingnya Rasa Toleransi

Samarinda, www.muikaltim,or,id- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Timur, KH Muhammad Rasyid mengatakan keberagaman masyarakat Indonesia yang memiliki enam agama resmi dengan ratusan suku bangsa, mengharuskan setiap orang harus memiliki rasa toleransi.
“Kepentingan perorangan tidak boleh melebihi kepentingan umum ataupun kepentingan kelompok. Jadi tidak boleh menonjolkan egoisme dalam bertoleransi dan bernegara,” ujarnya saat menjadi pemateri pada acara “Pengarusutamaan Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan”, di Samarinda, Kamis (17/6/2021).
Ditambahkan Rasyid, selain enam agama yang diakui oleh negara, beragamnya Indonesia dengan ribuan pulau dan ratusan suku serta agama, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki ancaman intoleransi tinggi. Hal inilah yang menjadi perhatian seluruh masyarakat agar dapat hidup rukun dan damai di tengah keberagaman.
“Untuk kepentingan agama Islam di Indonesia, pemerintah telah mengakomodir sejumlah aturan melalui perundangan, misalnya peraturan tentang pembayaran zakat, serta Undang-Undang tentang pernikahan. alhamdullilah kita sudah bisa mengharmoniskan antara peraturan agama dan peraturan bernegara,” ucap Rasyid.
Dalam acara yang digelar oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Kaltim ini, menghadirkan berbagai pemateri yaitu KH Muhammad Rasyid dari MUI Kaltim dengan materi “Islam dan Wawasan Kebangsaan Kebangsaan dalam Moderasi Beragama”, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltim, Achmad Jubaidi, MSi dengan materi “Menangkal Radikalisme dan Terorisme”.
Sedangkan pemateri lainnya adalah Ketua FKUB Kaltim Asmuni Ali dengan materi berjudul “Peran FKUB dalam Memperkokoh Moderasi Beragama” dan Dr Hj Aminah, MPh. dengan judul “Peran Perempuan dalam Mengaktualkan Moderasi Beragama Kepada Umat”.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kaltim, yang diwakili oleh Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam Drs, Samudi, menjelaskan secara sederhana moderasi beragama sebagai sikap dan perilaku yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil dan tidak berlebihan atau ekstrem.
“Harus diakui, saat ini hidup damai dalam kebersamaan, seolah menjadi barang mahal. Kepercayaanterhadap nilai moderasi dan kebersamaan tenggelam diakibatkan oleh berita bohong (hoaks),” ujarnya.
Peserta moderasi ini diantaranya Majelis Ta’lim se-Kota Samarinda, organisasi wanita, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan penyuluh PNS di Kota Samarinda.(Yuliawan/M Roghib)