Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kaltim Gelar sarasehan

SAMARINDA – muikaltim,or id-Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim menggelar kegiatan sarasehan Ukhuwah Islamiyah dan silaturahmi pimpinan Ormas Islam, Majelis Ta’lim, Perguruan Tinggi Islam dan Pondok Pesantren, di Hotel Grand Sawit Jalan KH. Abdurrasyid Samarinda, Kaltim, Sabtu pagi (25/2/2023), dengan narasumber Drs. H. Abdul Khaliq, M.Pd – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Kaltim.
Abdul Khaliq memaparkan urgensi penguatan moderasi beragama. Ia mengatakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia – Kata Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang.
“Ketika kata moderasi disandingkan dengan kata ‘beragama’ maka merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstreman dalam praktek beragama,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan kesimbangan.
Ia menegaskan tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas, tapi tidak sedikit orang yang memahami dan menjalankan ajaran agamanya secara ekstrem.
“Jadi Bukan agamanya yang harus dimoderasi, melainkan cara pandang dan sikap umat beragama dalam memahami dan menjalankan agamanya yang dimoderasi,” sebutnya
Sementara itu Ketua MUI Kaltim KH. Muhammad Rasyid dalam sambutanya menyampaikan bahwa apapun yang berasal dari Rasulullah adalah sunnah, ucapan dan perbuatannya, berarti punya format hukum.
Rasulullah setelah hijrah ke Madinah, mulai menata masyarakat, membentuk negara, mempunyai konstitusi yaitu piagam madinah, misalnya ukhuwah bainal muslimin, ukhuwah bainal adiyah atau persaudaraan antar umat beragama.
“Kalau begitu bernegara itu sunnah, baik sunnah syari yang berasal dari Allah SWT, yaitu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, maupun sunah horizontal antar umat yang bisa berkembang, ada tambahan,” jelas Muhammad Rasyid.
Sesuatu yang berkembang dalam bernegara adalah bersifat sunnah. Hubungan ukhuwah Islamiyah merupakan sunah yang bersifat horizontal.
Ia mencontohkan Nahdlatul Ulama (NU) dalam kongresnya di Banjarmasin tahun 1935 (10 tahun sebelum kemerdekaan RI) dimana salah satu keputusan strategisnya adalah kelak jika Indonesia merdeka, bentuk negara adalah Darussalam bukan Darul Islam. Jika Darul Islam maka sistemnya Islam, dasar hukumnya Al Quran. Tapi Indonesia dengan kesepakatan membentuk negara Darussalam atau Negara Damai dalam bingkai NKRI.
“Semoga kita jadi perekat dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah,” harapnya.
Hal senada disampaikan KH. Zarkain Komisi Hubungan Antar Umat Beragama (HAUB) MUI Kaltim, ia mengatakan ukhuwah Islamiyah bertujuan untuk saling mengenal, sehingga mengetahui satu sama lain dan bisa menumbulkan kebaikan, karena saling kenal.
“Pemahaman yang menganggap dirinya, kelompoknya yang paling benar dan berlebih-lebihan secara ekstrem, inilah masalah utama, tantangan kita bersama,” sebut nya.
Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah, sedangkan orang yang mempraktekkannya disebut moderat. Dengan moderasi beragama seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya.
Ketua panitia sarasehan H. Syahrial Tarmiji dalam laporannya menyebutkan sarasehan Ukhuwah Islamiyah MUI Kaltim ini mengambil tema merajut dan memperkokoh Ukhuwah Islamiyah dalam bingkai NKRI yang berdaulat dengan tujuan untuk membuka wawasan memperluas pengetahuan dalam persaudaraan Ukhuwah Islamiyah.
”Sarasehan juga bertujuan memperkokoh Ukhuwah Islamiyah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang adil, makmur, sejahtera dan berdaulat,” ujar Syahrial dihadapan 50 orang peserta sarasehan.
Hadir dalam sarasehan tersebut, Ketua MUI Kaltyim KH Muhammad Rasyid, sekertaris MUI Kaltim H Samudi, Wakil Ketua MUI Kaltim bidang ukhuwah KH Zarkowim, Seluruh Ketua Komisi MUI kaltim, para ulama ,ormas islam dan undangan lainya.
Pewarta:Hediyanur